Rabu, 04 Maret 2009

contoh dan cara menanggulangi tawuran antar pelajar

Tawuran, Extrakurikuler Pelajar SMK..!

Tawuran Antar Pelajar SMK | Kota Palembang



Cuaca terasa sangat panas di sekitar kaki lima pertokoan warga keturunan Tionghoa serta beberapa ruas jalan di Jembatan Ampera. ironisnya, keadaan ini tidak begitu dihiraukan para pelajar beberapa sekolah kejuruan untuk menggelar operasi tawuran yang sasarannya tidak lain adalah pelajar yang mungkin sejurusan dengan mereka yang hanya beda sekolah. Ujungnya, tepat pada tanggal 17 Agustus 2007 tadi. Dimana ratusan ribu pelajar di tanah air sedang melaksanakan upacara pengibaran sang saka merah putih di sekolah masing-masing, beberapa pelajar kejuruan dari berbagai sekolah kejuruan di Kota Palembang malah mengisi hari penting tersebut dengan kegiatan saling lempar batu, kejar-kejaran antara mereka bahkan pemukulan secara beramai-ramai dan penusukan. Dalam aksinya mereka yang radikal ini, mereka akan tidak segan untuk melempari atau bahkan mengeroyok pihak yang mencoba menjadi penengah sekalipun itu Polisi.

Aksi brutal mereka ini sangat menyedot perhatian warga Kota Palembang. Sebab dalam aksinya ini mereka menggunakan tempat-tempat yang biasa dilewati masyarakat banyak. Beberapa tempat yang menjadi langganan mereka ini seperti Jembatan Ampera, depan RS. Charitas, Beberapa pusat perbelanjaan, Jalan Raya dan tidak jarang disalah satu sekolah yang menjadi sasaran mereka.

Tawuran telah menjadi icon baru kebebasan remaja serta palajaran tambahan bagi mereka selain pelajaran yang biasa diajarkan. Yang mau tidak mau diikuti selepas jam belajar normal di sekolah mereka. Disini mereka (biasanya terdiri dari para pelajar yang malas, badung, suka melawan Guru) mereka akan menjelma menjadi sosok manusia liar yang sangat sulit untuk di jinakkan apalagi ditaklukkan. Mereka hanya menuruti hasrat mereka tanpa memikirkan resiko yang muncul di kemudian dari aksinya ini. Pada masa inilah jiwa mereka benar-benar dalam keadaan labil plus.

Yang kalangan Ustadz biasa menyebut rentang waktu adaptasi ini sebagai masa "serba aku". Sebab di dimasa ini mereka sedang mencoba mencari jati diri mereka. Mereka menganggap hanyalah dirinya yang diberikan kesempurnaan oleh Tuhan. Mereka menganggap hanya dia yang cantik rupanya, paling berani nyalinya, paling hebat dalam menyelesaikan masalah baik di sekolah maupun kehidupan sehari-hari khususnya rumah tangga, menganggap hanya dirinya yang berilmu dan berharta, kuat fisiknya dsb. Yang pokonya serba Aku.


Pandangan masyarakat akan Tawuran

Ngeri. Mungkin inilah kata yang tepat untuk menggambarkan situasi saat terjadinya tawuran pelajar. Betapa tidak, puluhan bahkan ratusan nyawa melayang dari tahun ke tahun hanya karena disebabkan alasan-alasan sepele yang pada dasarnya tidak dimengerti oleh para pelaku tawuran itu sendiri. Dendam almamater yang dihembuskan para pelaku tawuran secara turun-temurun, atau hanya dikarenakan tersinggung oleh perlakuan pelajar dari sekolah lain dapat memicu terjadinya tawuran tersebut.

Tawuran pelajar kota ini sepertinya sudah menjadi menu berita sehari-hari dalam beberapa surat kabar harian kota Palembang, yang tak pernah absen dari media massa. Menurut catatan media, frekuensi tawuran meningkat tajam dari 93 kasus pada tahun 1995/1996 menjadi 230 kasus pada tahun 1999 (Kompas, 23 Februari 1999). Dan mungkin lebih berlipat ganda lagi jumlahnya pada tahun-tahun belakangan ini maupun untuk tahun yang mendatang jika tidak disegerakan upaya penanggulangannya dalam bentuk yang lebih konkrit.

Penyebab Terjadinya Tawuran

Amatlah kompleks jika ingin menelusuri penyebab apa yang melatarbelakangi terjadinya peristiwa tawuran ini. Tidak ada penyebab tunggal yang dapat dituduh sebagai dalang dibaliknya. Faktor sosiologis, budaya, perkembangan fisik dan psikologis remaja, juga kebijakan pendidikan dalam arti luas (kurikulum yang terlalu padat ataupun terlalu longgar misalnya), serta kebijakan publik lainnya seperti angkutan umum dan tata kota turut serta mempengaruhi tindakan remaja dalam kehidupan sehari-harinya. Dalam hal ini, biasanya ditemukan pada remaja yang terlibat perkelahian pelajar adalah mereka-mereka yang kurang mampu melakukan adaptasi terhadap situasi kompleks tersebut.

Seperti kita ketahui, masa remaja adalah bagian dari tahapan pertumbuhan manusia. Banyak perubahan pada diri seseorang sebagai tanda memasuki usia remaja, namun seringkali perubahan itu hanya merupakan suatu tanda-tanda fisik dan bukan sebagai pengesahan akan keremajaan seseorang. Satu hal yang pasti, konflik yang dihadapi oleh remaja semakin kompleks seiring dengan perubahan pada berbagai dimensi kehidupan dalam diri mereka. Dan pada perkembangannya seringkali mereka menjadi bingung karena kadang-kadang diperlakukan sebagai anak-anak tetapi di lain waktu mereka dituntut untuk bersikap mandiri dan dewasa.

Elliot Turiel (1978) menyatakan bahwa para remaja mulai membuat penilaian tersendiri dalam menghadapi masalah-masalah populer yang berkenaan dengan lingkungan mereka, misalnya: politik, kemanusiaan, perang, keadaan sosial, dan sebagainya. Kemampuan berpikir dalam dimensi moral (moral reasoning) pada remaja berkembang karena mereka mulai melihat adanya kejanggalan dan ketidakseimbangan antara yang mereka percayai dahulu dengan kenyataan yang ada di sekitarnya pada saat ini.

Remaja tidak lagi menerima hasil pemikiran yang kaku, sederhana, dan absolut yang diberikan pada mereka selama ini dengan sukarela. Melainkan selalu terlihat adanya bantahan secara langsung maupun tak langsung. Mereka lalu merasa perlu mempertanyakan dan merekonstruksi pola pikir dengan "kenyataan" yang baru. Perubahan inilah yang seringkali mendasari sikap "pemberontakan" remaja terhadap peraturan atau otoritas yang selama ini diterima bulat-bulat. Contohnya, jika selama di sekolah, para remaja selalu menerima pelajaran-pelajaran tentang moral, sedangkan di lain pihak sistem-sistem moral yang pernah diajarkan tersebut kenyataannya dalam lingkungan tidaklah pernah diperdulikan oleh masyarakat sebagai sebuah pedoman hidup bermasyarakat, maka remaja dapat dengan mudah merekonstruksi pola pikir bahwa: ajaran moral yang selama ini mereka terima secara bulat-bulat di bangku sekolah tidaklah harus selalu dipatuhi - sesuai dengan "kenyataan" yang baru mereka alami -. Selanjutnya tentu saja timbul hal lain yang tidak dapat dihindari: timbullah berbagai bentuk ‘pemberontakan’ remaja, seperti tawuran remaja ini misalnya.

Dalam hal kesadaran diri, pada masa perkembangannya para remaja mengalami perubahan yang dramatis dalam kesadaran diri mereka (self-awareness). Mereka sangat rentan terhadap pendapat orang lain (terutama teman sebaya), karena mereka menganggap bahwa orang lain sangat mengagumi atau selalu mengkritik mereka seperti mereka mengagumi atau mengkritik diri mereka sendiri. Anggapan itu membuat remaja sangat memperhatikan diri mereka dan citra yang direfleksikan (self-image). Dan demi pencapaian "citra diri yang baik" tersebut, mereka rela melakukan perbuatan-perbuatan yang dianggap baik di hadapan teman-temannya agar lebih diakui keberadaannya.

Hal-hal yang terjadi seperti disebutkan di atas, kemungkinan disebabkan karena para remaja sering menganggap diri mereka serba mampu, sehingga seringkali mereka terlihat "tidak memikirkan akibat" dari perbuatan mereka. Tindakan impulsif sering dilakukan; sebagian karena mereka tidak sadar dan belum biasa memperhitungkan akibat jangka pendek atau jangka panjang dari perbuatannya.

PENANGGULANGAN TAWURAN REMAJA

Remaja merupakan generasi penerus bangsa yang diharapkan dapat menggantikan generasi-generasi terdahulu dengan kualitas kinerja dan mental yang lebih baik. Terlebih dalam menghadapi era global saat ini, kesiapan remaja lokal sebagai bagian dari Sumber Daya Manusia yang berpotensi sangatlah diharapkan peranannya untuk turut serta membangun kota palembang dan bangsa ini agar dapat bersaing dengan bangsa-bangsa lain di dunia.

Tetapi di lain pihak, harapan remaja sebagai penerus bangsa yang menentukan kualitas negara di masa yang akan datang sepertinya bertolak belakang dengan kenyataan yang ada, jika melihat maraknya aksi tawuran pelajar yang didominasi oleh kaum remaja. Untuk itulah diperlukan berbagai daya dan upaya sebagai langkah konkrit turut serta menanggulangi kenakalan remaja pada umumnya dan tawuran pelajar khususnya.

Banyak jalan menuju Roma. Begitu juga, banyak cara menanggulangi kenakalan remaja tersebut. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melalui pemanfaatan perpustakaan, sesuai dengan topik pembahasan pada kesempatan kali ini.

Mengapa perpustakaan dan Masjid? Bagaimana mungkin perpustakaan dan masjid dikatakan dapat membantu penanggulangan tawuran pelajar? Bukankah perpustakaan dan masjid itu hanyalah benda mati yang tidak dapat berbuat apa-apa? Sedangkan yang akan ditangani adalah masalah manusia, makhluk hidup yang sangat kompleks dan tentu saja adalah si pembuat perpustakaan tersebut? Bagaimana mungkin sebuah karya cipta (perpustakaan & Majid) mampu menanggulangi permasalahan dari si penciptanya (manusia) sendiri?

Berjuta pertanyaan mungkin saja menghampiri benak kita sebagai pembaca ketika melihat judul tulisan ini. Tetapi, Ya. Pada kenyataannya perpustakaan dan agama memang mampu melakukan hal tersebut. Meskipun perpustakaan dan masjid adalah benda tidak bernyawa secara kasat mata, di sisi lain perpustakaan & masjid justru mampu memberikan "ruh" bagi kehidupan manusia. Betapa tidak, di dalam perpustakaan tersedia sejumlah buku-buku yang mampu menerangkan berbagai fenomena kehidupan, sedangkan di dalam masjid itu sendiri tersedia beberapa nilai dan ketenangan yang luar biasa. Dari sinilah, ketika manusia memanfaatkan dengan sebaik-baiknya, maka manusia akan mengakui bahwa perpustakaan dapat berperan dalam proses pengembangan diri dan masjid dalam mengoreksi tindakan mereka. Lebih jauh lagi, perpustakaan & Masjid bahkan mampu menjadi agen perubahan (agent of change) dari manusia.

Sepanjang sejarah manusia, perpustakaan & masjid telah banyak memberikan kontribusi yang amat besar dalam penanggulangan masalah ini. Masjid dengan kesederhanaan bangunannya, kerendahan hati penjaga masjid,Imam masjid dan para jemaahnya akan mampu memberikan rasa rileks di hati mereka. Sebab faktor utama yang sangat perlu di renovasi dalam jiwa mereka ialah kesadaran mereka akan Tuhan. Jikalau mereka yakin bahwa Tuhan yang dengan sifat-sifatnya sempurna-Nya tsb, Saya yakin 100 % semua tindakan mereka tersebut akan diukur oleh mereka dengan kaca mata agama. Jikalau mereka sudah mampu memilih yang terbaik dari tindakan mereka serta ingat akan balasan yang akan diterima dari dosa yang telah di perbuat, saya dan anda pasti sangat yakin mereka akan terhindar jauh dari yang namanya Tawuran.

Sedangkan Perpustakaan merupakan satu-satunya pranata ciptaan manusia tempat manusia dapat menemukan kembali informasi yang permanen serta luas ruang lingkupnya. Masyarakat juga selalu mengatakan bahwa perpustakaan mempunyai efek sosial, ekonomi, politik dan edukatif. Salah satunya juga dapat berperan dalam penanggulangan tawuran remaja yang merupakan masalah sosial dan edukatif. Bagaimana peran konkritnya, dapat dijelaskan melalui alasan-alasan di bawah ini.

Memanfaatkan Waktu Luang

Kegiatan di masa remaja sering hanya berkisar pada kegiatan sekolah dan seputar usaha menyelesaikan urusan di rumah, selain ini mereka bebas tidak ada kegiatan. Apabila waktu luang tanpa kegiatan ini terlalu banyak, pada si remaja akan timbul gagasan untuk mengisi waktu luangnya dengan berbagai bentuk kegiatan. Apabila si remaja melakukan kegiatan yang positif, hal ini tidak akan menimbulkan masalah. Namun, jika ia melakukan kegiatan yang negatif maka lingkungan dapat terganggu. Seringkali perbuatan negatif ini hanya terdorong rasa iseng saja. Tindakan iseng ini selain untuk mengisi waktu juga tidak jarang dipergunakan para remaja untuk menarik perhatian lingkungannya. Perhatian yang diharapkan dapat berasal dari orang tuanya maupun kawan sepermainannya. Celakanya, kawan sebaya sering menganggap iseng berbahaya adalah salah satu bentuk pamer sifat jagoan yang sangat dibanggakan. Misalnya, ngebut tanpa lampu di malam hari, mencuri, merusak, minum minuman keras, obat bius, pergaulan bebas diantara mereka dan juga TAWURAN.

Mengisi waktu luang selain diserahkan kepada kebijaksanaan remaja, ada baiknya jika orangtua ikut memikirkannya pula. Orangtua hendaknya jangan hanya tersita oleh kesibukan sehari-hari. Orangtua sebaiknya tidak hanya memenuhi kebutuhan materi remaja saja. Tetapi juga selayaknya memperhatikan perkembangan batin remajanya. Remaja, selain membutuhkan materi, sebenarnya juga membutuhkan perhatian dan kasih sayang. Oleh karena itu, waktu luang yang dimiliki remaja dapat diisi dengan kegiatan keluarga - tempat mencurahkan kasih sayang - sekaligus sebagai sarana rekreasi. Kegiatan keluarga ini hendaknya dapat diikuti oleh seluruh anggota keluarga. Kegiatan keluarga dapat berupa kegiatan membaca di perpustakaan dan bermunajat di dalam masjid, misalnya.

1 komentar:

  1. ulasan yang sangat menarik, memang dunia remaja harus diisi dengan hal hal yang positif. sungguh disayangkan sekali jika dunia remaja yang harusnya dijadikan sebagai masa belajar, namun di isi dengan pergaulan bebas, tawuran dan berbagai macam kegiatan negatif lainnya.

    BalasHapus